Kamis, 12 Maret 2015

pengertian akidah, syari'ah dan tasawuf



BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Banyak hal yang dapat dimasukkan dalam materi pengantar studi islam, namun dalam pengertian ini materi pengantar studi islam memiliki kesamaan dengan ajaran islam yaitu akidah, syari’ah dan tasawuf.
Akidah merupankan ilmu yang membicarakan perkara-perkara yang berkaitan dengan keimanan dan keyakinan terhadap Allah swt dan sifat-sifat kesempurnaan-Nya.
Syari’ah merupakan jalan yang di tetapkan oleh Tuhan dimana manusia harus mengarahkan hidupnya untuk merealisir ke hendak-Nya .
Sedangkan, tasawuf merupakan  ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihkan akhlak, membangun dhahir dan batin, untuk memperoleh kebahagiaan yang abadi.
B. RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang di maksud akidah ?
2.      Apa yang di maksud syari’ah ?
3.      Apa yang di maksud tasawuf ?
C. TUJUAN MASALAH
1.      Mengetahui pengertian akidah dan ruang lingkupnya
2.      Mengetahui pengertian syari’ah
3.      Mengetahui pengertian tasawuf




BAB II
PEMBAHASAN
       I.  Pengertian akidah, syari’ah dan tasawuf
1.      Pengertian akidah
            Secara etimologi, akidah berasal dari bahasa arab yang berasal dari kata al-‘aqdu (العقد ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التوثيقا ) yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (الاحكام) yang berarti mengkokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (بقوة  الربط) yang berarti memikat dengan kuat.
            Sedangkan menurut terminologi, akidah adalah perkara yang wajib di benarkan oleh hati dan jiwa menjadi tentram karenanya,sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh,yang tidak tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.
            Jadi, akidah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid[1] dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang menjadi ijma’, serta seluruh berita-berita qath’i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma’ Salaf as-Shalih.[2]
Ruang Lingkup Pembahasan Akidah
Menurut Hasan al-Banna sistematika ruang lingkup pembahasan akidah adalah:
1.    Ilahiyat yaitupembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan ilahi seprti wujud Allah dan sifat-sifat Allah,dan lain-lain.
2.    Nubuwat yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan Rosul,termasuk pembahasan tentang Kitab-Kitab Allah,mujizat,dan lain sebagainya.
3.    Ruhaniyah yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik seperti Malaikat,Jin,Iblis,Syaitan,Roh,dan lain sebagainya.
4.    Sami’yyat yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat sami’(dalil naqli berupa Al-Qur’an dan sunnah)seperti alam barzakh,akhirat,azab kubur,tanda-tanda kiamat,surga,neraka dan lainnya.
Tauhid itu ada empat macam, seperti yang tersebut di atas dan tidak ada istilah Tauhid Mulkiyah ataupun Tauhid Hakimiyah karena istilah ini adalah istilah yang baru. Apabila yang dimaksud dengan Hakimiyah itu adalah kekuasaan Allah, maka hal ini sudah masuk ke dalam kandungan Tauhid Rububiyah. Apabila yang dikehendaki dengan hal ini adalah pelaksanaan hukum Allah di muka bumi, maka hal ini sudah masuk ke dalam Tauhid Uluhiyah, karena hukum itu milik Allah dan tidak boleh kita beribadah melainkan hanya kepada Allah semata. Lihatlah firman Allah pada surat Yusuf ayat 40.[3]
Walupun masalah qadha’ dan qadar menjadi ajang perselisihan dikalanganumat islam, tetapi Allah telah membukakan hati para hamba-Nya yang sberiman, yaitu para Salaf Shalih yang mereka itu senantiasa menempuh jalan kebenaran dalam pemahaman dan pendapat. Menurut mereka qadha’ dan qadar adalah termasuk rububiyah Allah atas makhluk-Nya.
Iman  kepada qadar adalah termasuk tauhid ar-rububiyah. Oleh karena itu Imam Ahmad  berkata: "Qadar adalah kekuasaan Allah". Karena, tak syak lagi,Qadar (takdir) termasuk qudrat dan kekuasaanNya yang menyeluruh. Di samping itu, qadar adalah rahasia Allah yang- tersembunyi, tak ada seorangpun yang dapat mengetahui kecuali Dia, tertulis pada Lauh  Mahfudz dan tak ada seorangpun yang dapat melihatnya. Kita tidak tahu takdir baik atau buruk yang telah ditentukan untuk kita maupun untuk makhluk lainnya, kecuali setelah terjadi atau berdasarkan nash yang benar.[4]
2.    Pengertian syari’ah
 Secara etimologis kata Syari’ah berakar kata syara’a yang berarti “sesuatu yang dibuka secara lebar kepadanya”. Dari sinilah terbentuk kata syari’ah yang berarti “sumber air minum”. Kata ini kemudian dikonotasikan oleh bangsa Arab dengan jalan yang lurus yang harus diikuti.
Secara terminologis, Muhammad Ali al-Sayis mengartikan syari’ah dengan jalan “yang lurus”. Kemudian pengertian ini dijabarkan menjadi: “Hukum Syara’ mengenai perbuatan manusia yang dihasilkan dari dalil-dalil terperinci”. Syekh Mahmud Syaltut mengartikan syari’ah sebagai hukum- hukum dan tata aturan yang disyariatkan oleh Allah bagi hamba-Nya untuk diikuti.
Menurut Faruq Nabhan, secara istilah, syari’ah berarti “ segala sesuatu yang disyariatkan Allah kepada hamba-hamba-Nya. Sedangkan menurut Manna al-Qaththan, syari’ah berarti segala ketentuan yang disyariatkan bagi hamba-hamba-Nya, baik menyangkut aqidah, ibadah, akhlak maupun muamalat.
Dari beberapa pengertian yang diungkapkan oleh para ahli dapat dirumuskan bahwa syari’ah adalah aturan-aturan yang berkenaan dengan prilaku manusia, baik yang berkenaan dengan hukum pokok maupun hukum cabang yang bersumber dari al-Quran dan hadis Nabi saw.
Namun demikian, perlu difahami bahwa meskipun syari’at Islam itu tidak berubah, tetapi dapat diterapkan dalam berbagai situasi dan kondisi, sebab petunjuk-petunjuk yang dibawakannya dapat membawa manusia kepada kebahagiaan yang abadi.
3.    Pengertian Tasawuf
Tasawuf didefinisikan sebagai ajaran yang mementingkan kehidupan akhirat dari pada kehidupan dunia, penamaannya belum dikenal pada abad permulaan. Tasawuf baru dikenal sebagai sebuah nama atau sebagai disiplin yang melembaga pada sekitar abad ke dua hijriah[5]. Namun demikian secara faktual nilai-nilai tasawuf itu sendiri adalah sesuatu yang diajarkan oleh Rasulullah kepada para sahabatnya. Oleh karena itu dalam pandangan as-Sarraj, penyebutan istilah tasawuf sebenarnya sudah dikenal di kalangan sahabat Rasulullah. as-Sarraj membantah pendapat yang menyebutkan bahwa istilah tasawuf pertama kali dimunculkan oleh para ulama Baghdad. Beliau mengatakan bahwa fenomena perjumpaan para sahabat Rasulullah dengan Rasulullah sendiri serta keimanan mereka kepada Rasulullah adalah tingkatan tertinggi dalam derajat al-Ahwâl.
Tentang sejarah timbul nama tasawuf, ada berbagai pendapat membicarakan hal tersebut. Satu pendapat mengatakan bahwa asal penamaan tasawuf disandarkan kepada Ahl ash-Shuffah; yaitu sebuah komunitas sahabat Rasulullah dari kaum Muhajirin yang selalu berdiam diri di masjid Nabawi. Sifat-sifat para sahabat dari Ahl ash-Shuffah ini sangat khas, seperti sifat zuhud, mementingkan orang lain, tidak banyak bergaul dengan khlayak, tidak terkait dengan kesenangan duniawi, dan hanya mementingkan akhirat[6]
Pendapat lain mengatakan bahwa penamaan tasawuf timbul dari sebuah hadits. Diriwayatkan bahwa suatu hari Rasulullah keluar rumah dengan warna muka yang lain dari biasanya, tiba-tiba beliau bersabda:
ذَهَبَ صَفْوُ الدّنيَا وَبَقِيَ الكَدَرُ، فَالْمَوْتُ اليَوْمَ تُحْفَةٌ لِكُلّ مُسْلِمٍ  (رَوَاهُ الدّارَقُطْنيّ)
“Kemurnian dunia telah pergi, dan hanya tersisa kekeruhan, maka kematian hari ini adalah harapan berharga bagi seorang muslim” (HR. ad-Daraquthni)
Dalam hadits ini disebutkan kata “shafw ad-dunyâ”. Kata “shafw” dimungkinkan sebagai akar dari kata “tasawuf”. Oleh karenanya di kemudian hari, di antara landasan pokok dalam ajaran tasawuf adalah nilai-nilai yang terkandung dalam hadits ini, yaitu dari sabda Rasulullah bahwa kematian adalah “pembendaharaan” yang ditunggu-tunggu dan paling berharga bagi seorang muslim. Dari pemahaman hadits ini kemudian dikenal istilah tasawuf[7]
Pendapat lain mengatakan bahwa nama tasawuf diambil dari akar kata “ash-Shûf” yang berarti kain wol yang kasar. Penamaan ini diambil dari kebiasaan kaum sufi yang selalu memakai kain wol kasar karena sikap zuhud mereka.[8]Pendapat lain mengatakan tasawuf di ambil dari akar kata “Shafâ” yang berarti suci murni. Pendapat lainnya mengatakan berasal dari akar akar kata “ash-Shaff” yang berarti barisan. Pendapat terakhir ini secara filosofis untuk mengungkapkan bahwa komunitas sufi seakan berada di barisan terdepan diantara orang-orang Islam dalam kesucian hati dan dalam melakukan segala perintah Allah dan Rasul-Nya.[9]
Al-Hâfizh Abu Nu’aim dalam kitab Hilayah al-Auliyâ’ mengatakan bahwa kemungkinan pengambilan nama tasawuf secara bahasa setidaknya berasal dari salah satu dari empat perkara. Walau demikian empat perkara ini tidak hanya sebagai pengertian bahasa semata, namun juga secara hekekat merupakan kandungan dari nilai-nilai tasawuf itu sendiri. Artinya bahwa empat perkara ini termasuk di antara sifat-sifat yang dipegang teguh oleh kaum sufi, ialah sebagai berikut:
1.    kata tasawuf dapat berasal dari ash-Shûfânah yang berati tanaman rerumputan atau senama tasawuf dari ash-Shûfânah adalah benar. Ini kerena kaum sufi tidak pernah berharap kepada sesama makhluk. Di antara yang membenarkan pendapat ini adalah pernyataan sahabat Sa’ad ibn Abi Waqqash,”[10]
2.     kata tasawuf dapat berasal dari ash-Shûfah yang berarti kabilah. Pengambilan nama tasawuf dari kata ini juga memiliki dasar yang cukup kuat. Karena kaum sufi adalah sebagai kaum yang memiliki identitas tersendiri yang khas di antara berbagai kaum lainnya. Salah satu ciri khasnya ialah bahwa seluruh waktu yang mereka miliki dipergunakan hanya untuk ibadah kepada Allah, . Sifat kaum sufi semacam ini seperti tersirat dalam sebuah hadits ketika Rasulullah berkata kepada sahabat Ali ibn Abi Thalib:
يَا عَلِيّ إذَا تَقَرَّبَ النّاسُ إلَى خَالِقِهِمْ فِي أبْوَابِ البِرّ فَتَقَرَّبْ إلَيْهِ بأنْوَاعِ العَقْلِ تَسْبِقهُمْ بالدّرَجَاتِ وَالزّلفَى عِنْدَ النّاسِ فِي الدّنيَا وَعِنْدَ اللهِ فِي الآخِرَةِ (رواه الحافظ أبو نعيم[11]
Wahai Ali jika orang-orang mendekatkan diri kepada Pencipta mereka dengan berbagai kebaikan, maka mendekatkan dirilah engkau kepada-Nya dengan mempergunakan akal (berfikir). Dengan begitu engkau akan mendahului mereka dalam meraih derajat dan “kedekatan” (kemuliaan) di antara sesama manusia di dunia dan kepada Allah di akhirat”. (HR. Abu Nu’aim).
3.  kata tasawuf dapat diambil dari Shûf al-Qafâ, yang secara bahasa berarti bulu atau rambut bagian belakang kepala. Secara filosifis hal ini berarti menggambarkan bahwa kaum sufi adalah orang-orang yang hanya berserah diri kepada Allah. Ketundukan, kepasrahan, dan keyakinan mereka kepada Allah tidak dapat tergoyahkan oleh situasi dan kondisi apapun.
4.  Diambil dari kata ash-Shûf dalam pengertian bulu domba. Hal ini karena umumnya kaum sufi memakai pakaian wol kasar yang berasal dari bulu domba. Keadaan ini menunjukkan sikap zuhud mereka. Karena kain wol yang berasal dari bulu domba karena tidak membutuhkan biaya. Di samping itu  penggunanya sebagai orang yang  memiliki ciri cirih sifat merendahan diri, menghinakan diri, tawadlu, qana’ah dan sifat-sifat khas lainnya.
Definisi tasawuf menurut para Ulama’ dan ajaran-ajarannya
a.       Imam al-Junaid al-Baghdadi, pimpinan kaum sufi (Sayyid ath-Thâ-ifah ash-Shûfiyyah), berkata: “Tasawuf ialah keluar dari setiap akhlak yang tercela dan masuk kepada setiap akhlak yang mulia”.[12]Pada kesempatan lain beliau berkata: “Kita tidak mengambil tasawuf dengan banyak berbicara (al-Qâl Wa al-Qîl). Kita mengambil tasawuf dengan banyak lapar (puasa), bangun malam, dan meninggalkan segala kenikmatan-kenikmatan”[13].Imam al-Junaid al-Baghdadi berkata:“Tasawuf adalah sebuah nama yang mengandung sepuluh pokok ajaran :
1.      menyedikitkan benda-benda duniawi dan tidak memperbanyaknya.
2.      berserah diri kepada Allah.
3.      cinta kepada ketaatan dengan mengerjakan segala hal yang disunnahkan.
4.      sabar dari kehilangan dunia dengan tidak mengeluh dan meminta-minta.
5.      memilih-milih sesuatu ketika hendak mengambil atau mengerjakannya.
6.      Hanya sibuk dengan Allah dari segala apapun.
7.      banyak melakukan dzikir khafyy.
8.      ikhlas dalam segala perbuatan hanya karena Allah saja.
9.      keyakinan yang kuat.
10.  tenang dengan Allah ketika kedatangan rasa gelisah dan dalam keterasingan”.[14]
b.      Imam al-Qusyairi “Tasawuf adalah membersihkan kotoran dalam jiwa hingga kotoran tersebut tidak kembali lagi. Dan apa bila telah “bersih”selalu jaga kebersihan tersebut dengan selalu mengingat Allah. Sementara itu perkara apapun yang terjadi di sekitar tidak memberikan pengaruh.[15]
c.       Abu al-Hasan al-Farghani bertanya kepada Abu Bakr asy-Syibli:” Tasawuf adalah berada di jalan Rasulullah, meletakan dunia di belakang punggungnya, dan menundukkan hawa nafsunya dengan kegetiran-kegetiran”. Definisi lain tasawuf adalah memurnikan hati hanya bagi Allah Yang mengetahui segala hal yang gaib”.  definisi lain mengagungkan segala perintah Allah dan bersikap lemah lembut kepada semua hamba Allah”.
d.      Imam Ma’ruf al-Karkhi berkata: “Tasawuf adalah berusaha meraih hakekat dan meninggalkan segala apa yang berada di tangan para makhluk”.[16]
e.       Imam Abu Ali ad-Daqqaq“tasawuf adalah sebuah jalan yang tidak dapat dilewati kecuali oleh orang-orang yang telah dibersihkan ruh mereka oleh Allah dari kotoran-kotoran”.[17]
f.       Imam Abu al-Hasan an-Nauri “Tasawuf adalah meninggalkan segala keinginan hawa nafsu”.[18]

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Akidah adalah ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan, atau sebuah keyakinan yang kokoh kepada Allah swt. Dimana tidak ada keraguan di dalam dirinya . Yakin bahwa Allah itu Esa/satu, dan tidak berbuat kafir atau menyekutukan Allah.
syari’ah adalah aturan-aturan yang berkenaan dengan prilaku manusia, baik yang berkenaan dengan hukum pokok maupun hukum cabang yang bersumber dari al-Quran dan hadis Nabi saw.
Tasawuf adalah menghabiskan setiap waktu dari kehidupannya dalam beribadah kepada Allah; dengan melaksanakan segala kewajiban-kewajiban, menjauhi segala larangan-langan-Nya dan memperbanyak perbuatan-perbuatan yang sunnah.

DAFTAR PUSTAKA

Tauhid Rububiyah, Uluhiyyah, dan Asma’ dan Shifat Allah.
Abdul karim, Nashir  bin . 1419. Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jama’ah.cet.II .
Abdul Qadir Jawas, Yazid bin. 2004. Aqidah Ahlu sunnah Wal jama’ah. Bogor:Pustaka At Taqwa.
Shalih Al-Utsaimin, Syekh Muhammad. 1999. Qadha dan Qadhar.Darul Haq.
Ibn al-Jauzi. Talbîs
as-Sarraj. al-Luma
Ibid.
Kalabadzi. at-Ta’arruf…,
HR. Abu Nu’aim. Hilyah. juz 1
as-Subki. Thabaqât. juz 2
Ibn al-Jauzi. Talbîs dengan sanad dari Abu Hatim ath-Thabari dari al-Junaid.
al-Qusyairi. ar-Risâlah.


[1] Tauhid Rububiyah, Uluhiyyah, dan Asma’ dan Shifat Allah.
[2]Nashir  bin Abdul karim. Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jama’ah .1419. hlm. 11-12. cet.II
[3] Yazid bin Abdul Qadir Jawas.2004 Aqidah Ahlu sunnah Wal jama’ah. Bogor:Pustaka At Taqwa.
[4] Syekh Muhammad Shalih Al-Utsaimin. 1999. Qadha dan Qadhar.Darul Haq.
[5] Ibn al-Jauzi. Talbîs. hlm.169
[6] as-Sarraj,. al-Luma’. hlm. 42
[7] Ibid.
[8] Ibid.
[9] Kalabadzi.  at-Ta’arruf. hlm. 31
[10] HR. Abu Nu’aim. Hilyah.  Juz 1. hlm. 18
[11] Ibid
[12] as-Subki. Thabaqât.  juz 2. hlm. 271 dan Ibn al-Jauzi. Talbîs. hlm. 169 dengan sanad dari Abu Hatim ath-Thabari dari al-Junaid. Lihat pula Abu Nu’aim. Hilyah al-Auliyâ’ dengan sanad bersambung hingga al-Junaid. juz 1. hlm 22
[13] al-Qusyairi. ar-Risâlah. hlm. 430
[14] Abu Nu’aim. Hilyah.  juz 1. hlm 22
[15]Ibid.  hlm 283
[16] al-Qusyairi. ar-Risâlah. hlm 280
[17] Ibid.  hlm 283
[18]Ibid.

1 komentar:

  1. Harrah's Philadelphia casino opens first casino in Chester
    Harrah's Philadelphia is now owned and operated by the Eastern Band of the Cherokee Nation. The Harrah's Philadelphia Casino opened Dec 9, 창원 출장샵 2021 · 전라북도 출장마사지 Uploaded 경상남도 출장마사지 by 경산 출장마사지 Harrah's Philadelphia 군포 출장마사지

    BalasHapus